Panggung Revolusi
Oleh: Idral Mahdi
Masih
ingatkah konser perdamaian di Amerika yang menentang invasi militer Amerika ke
Vietnam? Konser yang digawangi oleh John Lennon dan kawan-kawan tersebut
bertajuk untuk menentang secara keras perang yang dilakoni oleh Amerika,
sehingga John Lennon terus dikejar dan diburu oleh badan intelejen Amerika
(CIA) karena John Lennon dianggap peberontak oleh Amerika, dan pemburuan
tersebut berujung penembakan terhadap John Lennon secara misterius. Revolusi
dan perdamaianlah yang mereka tuntut melalui panggung seni, suara-suara
perdamaian terus menggemah dan mengguncang panggung.
Bob
Marley melawan ketidakadilan dan penindasan dengan kendaraan seni, khusunya
dengan seni musik yang dirampung dengan merdu dalam nuansa Reagge. Unsur musik
yang kentel dengan etnik Jamaika terus menerus meneriakan anti penindasan yang
dilakukan oleh kaum imprialis dan kapitlis. Semangat soul rabell bukan sekedar sekumpulan kata yang tersusun
dalam tatanan lirik lagu Bob Marley, tetapi tentang sebuah pergerakan.
Indonesia
dewasa ini sedang galau yang disebabkan masyarakat merasa dipimpin oleh bapak
dan ibu yang tidak pantas menjadi pemimpin. Keresahan tersebut dituangkan
melalui aksi-aksi para elemen masyarakat yang dilakukan di muka gedung-gedung para
birokrat. Atas nama Indonesia yang bersih dan sejahtera mereka melantangkan
suara dengan semangat.
Kini
panggung-panggung Indonesia secara mayoritas telah diisi oleh para robot-robot
idola. Para idola yang dengan semangatnya terus bersyair tentang teknik
romantisme yang seakan puitis, sementara ketimpangan nagara terus mencuat ke
bumi pertiwi dengan lahapnya. Lirik-lirik perasaan suka dan senang terhadap
lawan jenis menjadi senjata pamungkas untuk meraup keuntungan dan gelar idola, di
atas panggung yang seharusnya menjadi wakil nada cuarah rakyat Indonesia telah
mereka hapus dengan kepopuleran mereka.
Hampir
seluruh ruang dan panggung telah hilang dari esensi sejatinya, ruang dan
panggung kini telah menjadi pasar penjualan irama genit. Lokalisasi seni menjadi hal yang wajar yang terus
dipertontonkan ke masyarakat Indonesia dan menjadi konsumsi sehari-hari sebagai
pelepas candu untuk meliahat dan mendegar lirik para idolanya. Dengan kaki yang
terluka para idola popular terus dipaksa menari.
Bukankah
seharusnya teriak saudarku tentang kepedihan mereka yang mengantre untuk
dipancung di negeri orang harus dibungkus dengan nada-nada pembelaan olah para
seniman muda negeri ini, sementara bapak dan ibu birokrat yang dengan santainya
seliweran ke luar negeri hanya sekedar untuk melepaskan dahaga kekuasaan. Dan
antrean tersebut pun semakin panjang dan memanjang.
Saudaraku
yang berada di Indonesia timur, kulit mereka tidak lagi hitam manis, karena
kini warna kulit mereka telah berubah menjadi hitam pekat yang disebabkan ulah para
kapitalis terus menjadikan mereka tamu yang diasingkan ditanah mereka sendiri. kini
pertempuran untuk mengusir kapitalis dari tanah mereka adalah santapan rohani
yang menggejolak bagi mereka.
Harus
ada panggung untuk revolusi. Revolusi seni, budaya, sosial, dan falsafah
bangsa. Panggung yang digunakan untuk membicarakan teknik pengibaran sangsaka
dengan tulus dan khidmat, dan yang terpenting untuk membicarakan tentang
pergerakan pembaharuan, pergerakan yang mengantarkan Negara tercinta ini menuju
tempat yang selalu menjadi impian ratusan juta rakyat Indonesia.
Panggung
dan ruang kini harus diisi dengan manusia yang sadar akan bagaimana mencintai
negerinya. Karena mencintai negeri sendiri adalah mencintai hidup. Cukup sudah
para idola populer mengerayangi pangung dan ruang tersebut, dan jangan biarkan
juga panggung tersebut dikauasai oleh golongan, ormas, dan partai apa pun yang
condong bersifat egosentris untuk kepentingannya sendiri. Karena bumi pertiwi
milik setiap rakyatnya yang telah dititipkan oleh Tuhan.
Ratusan
band, penyanyi solo, grup vocal, dan sastrawan yang berada di negeri tercinta
ini, dengan genre yang berbeda-beda, yang mereka kuasai, dan mereka sukai sudah
pasti mampu menyampaikan pesan revolusi dengan merdu. Karena para seniman memilki kekuatan besar untuk menggerakan massa
agar lebih sadar akan pentingnya kedamaian di negeri sendiri. Para seniman juga
mampu menyampaikan pesan persuasif kepada khalayak. Pesan-pesan tentang
bobroknya tirani dewasa ini. Tentunya dengan kendaraan seni pesan tersebut
harus diangkut dan dihantarkan kepada rakyat dari pintu-ke pintu, dan dari
panggung- ke penggung.
Telinga
para penguasa tirani harus disumbat dengan nada-nada kebenaran yang indah. Para
birokrat harus mulai meresa merinding ketika panggung-panggung meneriakan
revolusi untuk negeri tercinta ini, dan bendera-bendera partai harus tergulung
ketika dansa mulai terhentak dengan hingar dan menggelgar.
Seni
untuk rakyat, ya seni untuk rakyat. Seni yang diiringi dengan ilmu dan moral
yang harus mengisi panggung revolusi karena seni tanpa moral dan ilmu adalah
seni cabul atau onani. Mana yang lebih puitis antara pembicaraan tentang syair anggur
dan rembulan dibandingkan membicarakan tentang kebanaran dan kedamaian yang hakiki?
Karena sejarah seni adalah tentang sebuah pergerakan revolusi. Musik blues,
jazz, reagge, Balada, rap, rock, dan yang lain adalah media penyampaian pesan
tentang sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.
Apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
(Penggelan
puisi ‘Sajak Sebatang Lisong’. W.S. Rendra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar