Sabtu, 03 Desember 2011

Boy Band dan Girl Band Sang Penyair Salon




Kulit putih mulus dengan paras tampan/cantik. Itulah yang menjadi produk pujaan ala modern, Boy Band atau Girl Band lah yang menjadi sapaan akrab bagi mereka. Sekumpulan muda-mudi yang  berkecimpung di dunia tarik suara inilah yang selalu tampil di televisi, panggung konser, dan di tempat hiburan lainnya dengan diiringi para pemujanya/penggemarnya. Gerakkan tubuh yang lincah dan lirik lagu yang genit turut melengkapi aksi mereka.
            Fenomena Boy Band/Girl Band dewasa ini terus menggilas industri musik nasional. Idola baru ini terus menyusup ke telinga para remaja Indonesia dengan mengandalkan lirik melankolis mereka. Industri musik nasional seakan tak puas untuk terus menciptakan idola atau pujaan baru, pihak lebel menciptaka trend yang sudah pasti mengarah ke kehidupan yang hedonis. Para remaja dipola untuk menghabiskan hidup dengan cara bersenang-senang dengan terus disuapi musik-musik yang syarat akan kesenangan hidup yang sesaat.
            Syair yang menjulur dari bibir dari sekelompok muda-mudi yang tergabung dalam group vocal ini seakan ingin mengatakan hidup hanya seputar  kisah romantisme dan persaan suka atau sakit hati antara dua pasang anak manusia. Jeihan pernah berkata bahwa penyair adalah langkah awal untuk menjadi pemikir. Tapi apakah mungkin remaja Indonesia akan menjadi pemikir apabila mereka terus-menerus dipaksa untuk menelan mentah-mentah syair-syair ‘hipokrit’?
            Sedikit meminjam istilah Widji Thukul, beliau pernah berkata para seniman harus berhenti onani. Dan Alm W.S Rendra juga berpuisi tentang penyair salon, inilah sepenggal puisi Alm. W.S. Rendra yang berjudul Sajak Sebatang lisong.
Aku pernah bertanya
Tapi pentanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian
            Pertanyaannya, apakah dengan syair yang berjudul Cenat-Cenut, Play Boy dan yang lainnya kita mampu menjadi pemikir? Atau kita hanya mampu menjadi korban pendiktien para musisi salon? Dan akhirnya kita terus memuja mereka dengan menyandang status korban yang terus mengoleksi tentang apa yang mereka gunakan dan yang mereka lakukan.
             Tentunya Tuhan memberikan kita imajinasi bukan tanpa alasan, sebab tak ada satu pun ciptaan-Nya yang tidak bermanfaat. Dengan imajinasi yang bersih, cerdas dan kuat kita mampu membersihkan tirani yang diselimuti debu hitam. John F Kennedy pernah berkata bahwa apabila politik itu kotor maka hanya seni yang mampu membersihkannya. Tapi, pergerakan seni untuk rakyat kalah populer oleh panggung mewah milik para idola. Sebab seni telah menjadi lokalisasi yang terkurung di penjara kelas elit.
            Apakah artinya kesenian
 bila terpisah dari derita lingkungan
            apakah artinya berpikir
            bila terpisah dari masalah kehidupan
                                                (Penggalan puisi Sajak Sebatang Lisong W.S. Rendra)
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar