Senin, 19 Desember 2011

Amnesia Jurus Pamungkas Penghancur Bangsa


Amnesia Jurus Pamungkas Penghancur Bangsa
Oleh: Idral Mahdi

Amnesia atau yang biasa disebut dengan penyakit lupa ingatan sepertinya selalu menjadi alasan alternatif bagi para tersangka koruptor, untuk menunda-nunda tugas KPK dalam melakukan penyidikan lebih lanjut atas kasus korupsi yang dilakukakn oleh para birokrat. Kini amnesia telah menjadi jurus pamungkas untuk terus menghancurkan bangsa tercinta ini.

Nazarudin yang melakukan pelarian ke Kamboja dan di sbuah Hotel Kamboja dia membeberkan nama-nama pejabat-pejabat Negara yang juga terlibat dalam kongkalingkong untuk mencuri uang Negara yang dianggarkan untuk proyek wisma atlet. Tentunya masyrakat Indonesia dikejutkan dengan keberanian Nazrudin dalam bernyanyi. Tidak tanggun-tanggung nama anak orang nomor satu di negeri ini Ibas juga ikut menjadi daftar nyanyian Nazarudin.

Sepulangnya Nazarudin ke Indonesia, KPK segara melakukan penyidikan atas nyanyian Nazarudin yang direkamnya. Entah mengapa Nazarudin mendadak lupa ingatan atas celotehnya, dia mengaku tidak ingat apa-apa atas apa yang dikataknnya. Di hadapan para jurnalis, dengan wajah pucat yang mengisyaratkan ketakutan besar, Nazarudin berkata tidak ingat lagi nama-nama yang pernah dibeberkannya itu, dia juga meminta kepada presiden untuk melindungi keluarganya dan dia rela dihukum seberat-beratnya asalkan keselamatan keluarganya dijamin oleh Negara. Nazarudin seperti mendapatkan ancaman, selama dalam tahanan dia mengal;ami depresi. 

Dari Kamboja kita menyebrang ke Thailand, tempat Nunun Nurbaeti berseliweran. Seperti sudah menjadi trend bagi ibu-ibu pejabat untuk berbelanja ria di Negara seberang. Tersangka kasus korupsi ini tertangkap oleh kepolisian Thailand. Setelah pulang ke Indonesia Nunun meniru aksi Nazarudin, ya, amnesia. Lagi-lagi amnesia menjadi senjata pamungkas para tersangka koruptor. Nunun mengaku tidak ingat apa-apa tentang kasus yang menimpa dirinya. Bukan hanya amnesia yang menimpanya, Nunun juga mendadak pingsan ketika diperiksa oleh KPK.

Istri mantan orang nomor dua di kepolisian Republik Indonesia ini terlihat rapuh di hadapam kamera para jurnalis. Dia mencoba menutupi apa yang ingin diketahui oleh rakyat Indonesia tentang siapa saja maling yang terlibat dalam kasus cek pelawat ututk menaikan Deputi Gurbenur BI. Lagi, masyarakat harus kecewa ketika kasus besar tertunda oleh sebuah penyakit amnesia. 

Tidak lama kemudian Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan keberanian Wa Ode Nurhayati. Anggota Badan anggaran DPR ini diduga menjadi tersangka kasus pembahasan anggaran dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) tahun 2011. Wa Ode diduga menerima uang terkait proyek itu. Anggota DPR yang berkerja di divisi badan anggaran ini berani membongkar kasuss calo dan mafia yang terjadi di badan anggaran DPR. Wa Ode menyebutkan beberpa nama yang menurutnya terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Semoga saja Wa Ode tidak ikut-ikutan terkena penyakit amnesia dalam keberaniannya mengungkapkan kebenaran. 

Sepertinya gedung aspirasi rakyat itu terdapat banyak virus penyakit, terutama penyakit lupa ingatan. Dan entah mengapa virus tersebut selalu aktif ketika para birokrat tersebut singgah ke gedung KPK. Entah itu menjadi saksi atau tersangka. Para  penopang aspirasi rakyat tersebut yang sebelumnya sehat bahkan sempat jalan-jalan ke luar negeri, mendadak jatuh sakit ketika kembali ke Indonesia dan  mampir ke gedung KPK. 

Ternyata bukan hanya penghuni gedung aspirasi saja yang mengalami amnesia, tetapi banyak kasus yang juga mengalami amnesia di Negara ini. Kasus Century yang diduga melibatkan wakil presiden Budiyono dan  mantan menteri keuangan Srimuliyani  ini entah sengaja dilupakan atau memang penyakit amnesia mampu menjagkit kasus-kasus yang ada di negeri ini? Korban orang hilang era orde baru dan kasus pembunhan aktivis HAM Munir juga terkena penyakit tersebut. 

Petinggi-petinggi negeri ini yang terkena penyakit amnesia sepertinya sudah terbiasa dengan penyakit itu. Padahal sudah banyak aksi massa yang mencoba untuk menyembuhkan mereka dari amnesia. Tetapi mereka membalas dengan duduk tenang di singgasan mereka. Terbukti dengan sibuknya presiden berjumpa dengan Negara-negara sahabat, sementara ada rakyatnya yang membakar dirinya sendiri akibat dikecewakan oleh orang nomor satu di Negara ini.

Sondang hanya ingin mengingatkan kepada bapak negeri ini, bahwa seluruh saudaranya kecewa dengan kepemimpinannya. Dan bukan hanya Sondang Hutagalung yang telah mengigatkan kepada presiden RI tersebut. Masih banyak kasus di Negara ini yang tewas bunuh diri akibat tidak tahan hidup keras di negaranya sendiri. Diliit hutang, hidup miskin, dan kesengsaraan yang mereka alamilah yang memutuskan mereka untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

Sepertinya penyakit amnesia memang sengaja dijadikan senjata pemungkas bagi mereka untuk menghancurkan Negara tercinta ini. Penyakit yang sudah menimbulkan penyakit baru bagi masyarakat. Penyakit yang timbul pada masyarakat sangat berbahaya dibandingkan dengan berbagi macam penyakit fisik lainnya. Nama penyakit yang telah menimpa masyarakat Indonesia dewasa ini adalah krisis kepercayaan. Masyarakat sudah muak dengan retorika-retorika yang sangat sulit dipercaya.

Atau memang penyakit amnesia tidak mampu disembuhkan dengan terjadinya berbagai kisah yang menimpa rakyat Indonesia? Sengketa lahan, pembantaian manusia, pembantaian Orangutan, Negara baru yang ingin didirikan di tanaha Papua, bencana alam, bunuh diri karena miskin, TKI yang dihukum mati, korupsi di rumah sendiri, pembalakan hutan, dan masih banyak lagi. Apakah semua itu tak mampu mengingatkan mereka tentang sumpah serapah mereka ketika dilantik?  Atau memang penyakit tersebut harus dibasmi dengan cara melakukan aksi secara sporadis dan anarkis lagi seperti yang pernah terjadi di Negara kita? 

Negara ini sudah terlalu tua untuk terus disiksa. Alam yang melimpah ruah, senyum manis penduduk desa, dan fauna yang rimbun nan elok sudah merasa lelah karena terus menerus dijadikan korban kerakusan manusia yang dipercaya oleh rakyatnya untuk menjadi pemimpin di atas negeri ini. Bukan bertindak sebagai pelindung, tetapi mereka malah bertindak sebagai mafia kelas kakap. 

Hanya kebenaran dan kedamaiaan yang diinginkan rakyat Indonesia. Hidup dengan senyuman, saling menghargai tanpa adanya perseteruan yang mampu merugikan bangsa, tanpa adanya kongkalingkong di gedung aspirasi rakyat Indonesia, adanya tanah dan rumah yang layak untuk rakyat, tidak ada lagi bakar diri karena kecewa dengan presidannya, tidak adanya kelaparan, hidup sehat, dan pintar. Karena bangsa ini dibesarkan oleh orang-orang besar yang telah lebih dahulu berjuang dangan segala pengorbanannya. Para pejuang berani berkorban karena mereka selalu ingat anak dan cucu mereka yang harus hidup tenang dan merdeka nantinya, dan para pahlawan tersebut tidak pernah mengalami amnesia..

Ya, maling tetaplah maling tidak perlu disebut koruptor. Mereka harus di hanguskan dari tanah tercinta ini. Kalau memang harus ada peluru artileri untuk menyembuhkan penyakit berbahaya itu, kenapa tidak digunakan saja? Kalau mereka punya penyakit yang menjadi jurus pamungkas untuk menghancurkan bangsa ini. Maka rakyat yang mencintai negeri ini juga punya jurus pamungkas untuk mereka yang menggunakan amnesia sebagai senjata pamungkasnya. Revolusilah yang akan menjadi senjata pamungkas kami utuk meruntuhkan kursi goyang yang berada di istana dan di gedung tempat bersemayamnya para maling itu. Karena Bunda Pertiwi sudah terlalu letih untuk menahan rintih.

Rabu, 14 Desember 2011

Panggung Revolusi


Panggung Revolusi
Oleh: Idral Mahdi

Masih ingatkah konser perdamaian di Amerika yang menentang invasi militer Amerika ke Vietnam? Konser yang digawangi oleh John Lennon dan kawan-kawan tersebut bertajuk untuk menentang secara keras perang yang dilakoni oleh Amerika, sehingga John Lennon terus dikejar dan diburu oleh badan intelejen Amerika (CIA) karena John Lennon dianggap peberontak oleh Amerika, dan pemburuan tersebut berujung penembakan terhadap John Lennon secara misterius. Revolusi dan perdamaianlah yang mereka tuntut melalui panggung seni, suara-suara perdamaian terus menggemah dan mengguncang panggung.

Bob Marley melawan ketidakadilan dan penindasan dengan kendaraan seni, khusunya dengan seni musik yang dirampung dengan merdu dalam nuansa Reagge. Unsur musik yang kentel dengan etnik Jamaika terus menerus meneriakan anti penindasan yang dilakukan oleh kaum imprialis dan kapitlis. Semangat soul rabell  bukan sekedar sekumpulan kata yang tersusun dalam tatanan lirik lagu Bob Marley, tetapi tentang sebuah pergerakan.

Indonesia dewasa ini sedang galau yang disebabkan masyarakat merasa dipimpin oleh bapak dan ibu yang tidak pantas menjadi pemimpin. Keresahan tersebut dituangkan melalui aksi-aksi para elemen masyarakat yang dilakukan di muka gedung-gedung para birokrat. Atas nama Indonesia yang bersih dan sejahtera mereka melantangkan suara dengan semangat. 

Kini panggung-panggung Indonesia secara mayoritas telah diisi oleh para robot-robot idola. Para idola yang dengan semangatnya terus bersyair tentang teknik romantisme yang seakan puitis, sementara ketimpangan nagara terus mencuat ke bumi pertiwi dengan lahapnya. Lirik-lirik perasaan suka dan senang terhadap lawan jenis menjadi senjata pamungkas untuk meraup keuntungan dan gelar idola, di atas panggung yang seharusnya menjadi wakil nada cuarah rakyat Indonesia telah mereka hapus dengan kepopuleran mereka. 

Hampir seluruh ruang dan panggung telah hilang dari esensi sejatinya, ruang dan panggung kini telah menjadi pasar penjualan irama genit. Lokalisasi seni  menjadi hal yang wajar yang terus dipertontonkan ke masyarakat Indonesia dan menjadi konsumsi sehari-hari sebagai pelepas candu untuk meliahat dan mendegar lirik para idolanya. Dengan kaki yang terluka para idola popular terus dipaksa menari.

Bukankah seharusnya teriak saudarku tentang kepedihan mereka yang mengantre untuk dipancung di negeri orang harus dibungkus dengan nada-nada pembelaan olah para seniman muda negeri ini, sementara bapak dan ibu birokrat yang dengan santainya seliweran ke luar negeri hanya sekedar untuk melepaskan dahaga kekuasaan. Dan antrean tersebut pun semakin panjang dan memanjang.

Saudaraku yang berada di Indonesia timur, kulit mereka tidak lagi hitam manis, karena kini warna kulit mereka telah berubah menjadi hitam pekat yang disebabkan ulah para kapitalis terus menjadikan mereka tamu yang diasingkan ditanah mereka sendiri. kini pertempuran untuk mengusir kapitalis dari tanah mereka adalah santapan rohani yang menggejolak bagi mereka.

Harus ada panggung untuk revolusi. Revolusi seni, budaya, sosial, dan falsafah bangsa. Panggung yang digunakan untuk membicarakan teknik pengibaran sangsaka dengan tulus dan khidmat, dan yang terpenting untuk membicarakan tentang pergerakan pembaharuan, pergerakan yang mengantarkan Negara tercinta ini menuju tempat yang selalu menjadi impian ratusan juta rakyat Indonesia.

Panggung dan ruang kini harus diisi dengan manusia yang sadar akan bagaimana mencintai negerinya. Karena mencintai negeri sendiri adalah mencintai hidup. Cukup sudah para idola populer mengerayangi pangung dan ruang tersebut, dan jangan biarkan juga panggung tersebut dikauasai oleh golongan, ormas, dan partai apa pun yang condong bersifat egosentris untuk kepentingannya sendiri. Karena bumi pertiwi milik setiap rakyatnya yang telah dititipkan oleh Tuhan. 

Ratusan band, penyanyi solo, grup vocal, dan sastrawan yang berada di negeri tercinta ini, dengan genre yang berbeda-beda, yang mereka kuasai, dan mereka sukai sudah pasti mampu menyampaikan pesan revolusi dengan merdu. Karena para seniman  memilki kekuatan besar untuk menggerakan massa agar lebih sadar akan pentingnya kedamaian di negeri sendiri. Para seniman juga mampu menyampaikan pesan persuasif kepada khalayak. Pesan-pesan tentang bobroknya tirani dewasa ini. Tentunya dengan kendaraan seni pesan tersebut harus diangkut dan dihantarkan kepada rakyat dari pintu-ke pintu, dan dari panggung- ke penggung.

Telinga para penguasa tirani harus disumbat dengan nada-nada kebenaran yang indah. Para birokrat harus mulai meresa merinding ketika panggung-panggung meneriakan revolusi untuk negeri tercinta ini, dan bendera-bendera partai harus tergulung ketika dansa mulai terhentak dengan hingar dan menggelgar. 

Seni untuk rakyat, ya seni untuk rakyat. Seni yang diiringi dengan ilmu dan moral yang harus mengisi panggung revolusi karena seni tanpa moral dan ilmu adalah seni cabul atau onani. Mana yang lebih puitis antara pembicaraan tentang syair anggur dan rembulan dibandingkan membicarakan tentang kebanaran dan kedamaian yang hakiki? Karena sejarah seni adalah tentang sebuah pergerakan revolusi. Musik blues, jazz, reagge, Balada, rap, rock, dan yang lain adalah media penyampaian pesan tentang sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.

Apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

(Penggelan puisi ‘Sajak Sebatang Lisong’. W.S. Rendra)

Kamis, 08 Desember 2011

Dialog Embun Dan Daun


Dialog Embun Dan Daun
Oleh: Idral Mahdi

"Saudah saatnya, ya, memang jam seginilah Tuhan salalu mempertemukan kami," celoteh Embun di dalam hatinya. Langit hitam bernuansa cerah hari ini, membuat Embun semakin semangat untuk bertemu dengan Daun yang sudah lama menunggunya sedari siang tadi.

Embun pun menyiapkan jubah putihnya yang biasa dikenakanya untuk bertemu Daun. Perjalan kali ini entah mengapa membuat Embun memiliki perasaan yang tidak enak. "Kenapa ini? Kenapa hari ini perasaanku tidak enak? padahal aku hanya menjalankan takdirku untuk selalu bertemu dengan Daun, tapi kenapa seperti ada yang ingin menghalangi pertemuan kami." Sepanjang jalan Embun selalu berguman di dalam hatinya tentang perasannya yag tidak enak itu.

Perjalanan singkat Embun pun terhenti, ia sudah tiba di Daun. "Apa kabar kawan? takdir mempertemukan kita lagi," sapa Embun kepada Daun. Tapi Daun hanya diam dan termurung. "Hai Daun kenapa kau diam saja aku datang? Ada apa kawan?" Embun bingung melihat Daun yang terus diam. "Ceritakan kepadaku apa yang terjadi?" Embun terus memaksa Daun untuk bercerita.
"Pertemuan ini, pertemuan yan terakhir untuk kita," ujar Daun dengan nada yang murung.
"Apa maksudmu dengan pertemuan terakhir?"  Tanya Embun.
"Nanti siang" Daun diam sejenak
"Ada apa degan nanti siang?" Embun menyelah cerita Daun.
"Nanti siang tanah seluas satu hektar ini akan menjadi perumahan mewah. Takdir kita hanya sampai di sini," cerita Daun.
"Manusia sialan!" Embun marah mendegar cerita dari Daun.
"Jaga mulutmu Embun," Daun membentak  Embun
"Kenapa kau? Kenapa kau membela mahluk yang hanya bisa merusak itu? kanapa?"
"Meskipun begitu, mereka manusia adalah pemimpin kita di bumi ini. Itulah takdirnya," ujar Daun.
"Ya, takdir, takdir mereka memang tercipta untuk memimpin dan menghancurkan bumi ini. bahkan aku ragu mereka diberikan akal tapi tidak tahu arti takdir," celoteh embun penuh kesal.
"Tenang Embun, jangan biarkan jubahmu yang putih itu ternoda oleh kebencianmu. Kita masih punya tempat yang lebih indah dari pada tempat yang dipimpin manusia ini, ya, surgalah tempatnya," ujar Daun berusaha untuk menenangkan Embun.

Embun mulai tenang dan mereka pun berusaha menghilangka rasa sedih mereke karana harus berpisah untuk selamanya. Tawa dan senyum itu pun keluar dengan cara pemaksaan, mereka tidak ingin pertemuan terakhir ini berujung dengan kebencian, amarah dan rasa dendam di hati mereka.

Mentari mulai memuncak pekat dan panas, Embun pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan karena ia yakin akan bertemu kembali dengan Daun di Taman Firdaus. Surya semakin mendaki ke puncak, gemuruh buldoser dan robot-robot bernyawa sudah tiba di lahan seluas satu hektar tempat biasa Embun dan Daun salalu berbagi cerita dan rasa.

"Selamat datang pemimpin bumi," ujar Daun ketika robot-robot bernyawa mulai berkerja sesuai perintah penguasa tirani untuk mengusir kisah cinta dua mahluk Tuhan itu. Ya, Embun dan Daun kini telah terusir.

Aku Dan Pilihan Kemunafikan


Aku Dan Pilihan Kemunafikan
Oleh: Idral Mahdi

Banyak manusia yang mendefinisikan makna kehidupan adalah pilihan, sebuah makna yang akan menjadikan manusia itu apa dan siapa. Kini aku dihadapkan oleh pilihan yang hebat, pilihan ini bak seutas tali yang mengikat leherku dan menggantungnya di pohon pertanyaan, pohon yang dihuni oleh jutaan iblis. Ya, pilihan yang membingungkan akal sempurna ini. Menjadi Penjilat Kemunafikkan atau menjadi AKU.

Kebingungan ini semakin bernada mayor, terus-menerus membetotkan senar gitarnya dengan kuat, sehingga pendengaranku diantarkan pada titik klimaks yang hampir melepaskan laher ini dari tubuhku. Lingkungan terus menuntutku dan membuatku merasa sangat bosan, aku seperti kerbau tua yang hidungnya dicucuk dan acap kali dipecut oleh tuannya.

Tuhan, apakah aku harus hidup seperti mereka? Mereka yang berbaris rapi di rumah-Mu dan hanya bisa meminta dan menangis dengan syahdu pada-Mu, tapi mereka tidak pernah menangis ketika banyak maling yang tertawa di gedung itu. Apakah aku harus seperti hamba-Mu yang lain? mereka yang terus menjual nama-Mu demi keuntungan untuk membeli minuman alkohol termahal di dunia ini. Tuhan, aku juga tidak ingin menangis atas dasar ketakutanku akan siksa-Mu

Waktu semakin cepat memaki, jarum jam semakin ganas menikam hari, dan peluru-peluru hasyutan terus memberondong akal dan hatiku, di mana akhirnya ovium kemunafikkan selalu datang menyembuhkanku dan membuatku semakin candu untuk menjilatnya. Lantai bumi ini sudah terlanjur dikramik dengan batu-batu pengibaan, langit sudah terlanjur dilukis dengan tinta makian, dan aku tidak ingin menjadi korban sejarah yang termutilasi menjadi 99 bagian, tanpa pernah tahu di mana saja bagian tubuhku dicampakkan, dan akhirnya potongan tubuhku, menjadi santapan rohani bagi burung bangkai.
Seandainya nanti kemunafikkan yang akan menjadi pilhan hidupku, aku bersumpah akan membunuh semua guruku sekaligus teman diskusiku, dan akan kubakar semua bukuku, karena nyatanya mereka tidak berguna dalam hidup kemunafikkan. Guru, teman diskusi, dan buku hanya akan menjadi hiasan dan terpaku mati di dinding-dinding kemunafikkan.

Tidak! Pedang ini harus kuangkat, dan nyawa ini harus siap dikorbankan untuk sebuah peng-AKUan, karena aku tidak ingin mati sebelum mati. Demi Massa, aku akan menjadi manusia paling merugi bila aku memilih hidup kemunafikkan.